PERGURUAN PACET
Pada jaman
pemerintahan Majapahit hubungan antara daerah pedalaman sangat sulit, sehingga
keamanan di sebelah selatan sungai Brantas tidak dapat dikuasai. Sering
disana-sini timbul pemberontakan. Berdirinya perguruan-perguruan sangat besar
manfaatnya bagi kepentingan raja, karena selain mengajarkan ilmu, para guru
umumnya juga merupakan mata telinga daripada perguruan negara. Demikian juga
hubungannya dengan perguruan di dukuh Bonorowo, dekat Campurdarat
yang terkenal dipimpin oleh seorang sakti bernama Kyai PACET. Kyai Pacet
mengajarkan ngeilmu Joyokawijayan. Ia mempunyai murid-murid pilihan
diantaranya :
1. Pangeran Kalang dari Tanggulangin.
2. Pangeran Bedalem dari Kadipaten Betak.
3. Menak Sopal dari Kadipaten Trenggalek.
4. Kyai Kasanbesari tua-tua dari dukuh
Tunggul.
5. Kyai Singotaruno dari dukuh Plosokandang.
6. Kyai Sendang Gumuling dari desa Bono.
7. Pangeran Lembu Peteng putra Majapahit
(termasuk murid baru).
Pada suatu
hari Kyai Pacet telah mengadakan pertemuan dengan para murid-muridnya. Pada pertemuan
itu selain memberikan wejangan-wejangan ilmu, Kyai Pacet juga menceritakan
bahwa diantara murid-muridnya ada yang mendirikan paguron, tetapi sayangnya
tidak memberitahukan hal itu gurunya. Kyai KasanBesari merasa tertusuk
perasaannya, dikarenakan dia sendirilah yang mendirikan paguron sebagaimana
kata sindiran yang telah diucapkan dihadapannya dengan terus trang oleh sang
guru tersebut.
Dengan tanpa
pamit seketika itu juga Kyai Kasanbesari meninggalkan tempat pesamuan.
Dengan
kepergian Kyai Kasanbesari yang tanpa pamit itu Kyai Pacet lalu menyuruh dua
orang muridnya yaitu Pangeran Kalang dan Pangeran Bedalem untuk menasehati Kyai
Kasanbesari agar menyadari diri dan mau kembali ke Bonorowo untuk tetap menjadi
murid Kyai Pacet. Apa sebab Kyai Pacet menunjuk kedua muridnya tersebut?karena
ia mengerti bahwa Pangeran Kalang dan Pangeran Bedalem dengan diam-diam juga
menjadi muridnya Kyai Kasanbesari. Dengan keberangkatan dua orang utusan
tersebut maka Kyai Pacet berpesan pada murid-muridnya yang lain supaya mereka
mau tetap di Bonorowo untuk melanjutkan pelajarannya, sedang Kyai Pacet akan
mengadakan semadi di dalam sebuah gua. Yang ditugaskan mengawasi di luar gua
adalah Pangeran Lembu Peteng.
KYAI KASANBESARI INGIN MEMYNUH KYAI
PACET
Kyai
Kasanbesari yang hatinya merasa tersinggung dan masih dalam keadaan marah
terhadap gurunya, telah kedatangan dua orang utusan dari Bonorowo yaitu Pangeran
Bedalem dan Pangeran Kalang dalam wawancaranya Pangeran Bedalem
mengatakan, bahwa dia tidak akan mencampuri urusan Kyai Kasanbesari dan Kyai
Pacet, dan dia akan terus pulang ke Betak. Sebaliknya Pangeran Kalang malah
menunjuki tindakan Kyai Kasanbesari bahkan dibakar semangatnya untuk diajak
berotak dan membunuh gurunya.
Setelah
berunding masak-masak, maka berangkatlah mereka berdua ke Bonorowo dengan
tujuan membunuh Kyai Pacet.
Pada waktu
Kyai Kasanbesari dan Pangeran Kalang secara diam-diam masuk ke dalam gua tempat
Kyai Pacet bersemedi dengan tanpa diketahui oleh pihak yang mengawasi, maka
kedua orang itu merasa sangat terkejut karena dalam penglihatannya mereka telah
berjumpa dengan seekor singa yang siap menerkamnya. Kyai Kasanbesaridan
Pangeran Kalang cepat-cepat keluar dari gua dan lari tunggang-langgang. Konon,
setelah kedua orang itu melarikan diri maka Kyai Pacet memanggil Pangeran Lembu
Peteng yang berjaga di luar gua dan ditanya mendengar apakah waktu Kyai Pacet
sedang bersemadi. Pangeran Lembu Peteng menjawab, bahwa ia tadi telah mendengar
suara “GEMLUDUG”, dan setelah dilihatnya tampaj bahwa Kyiai Pacet memegang
cahaya yang kemudian diberi nama Kyai Gledhug, sedang desa dimana Kyai
bersemedi sampai sekarang bernama Gledhug.
Selesai
bersemedi Kyai Pacet segera mengejar kedua oramg yang sedang berlari itu. Kyai
Kasanbesari mengerti kalau dikejar, segera mengeluarkan ilmu kanuragannya
dengan membanting buah kemiri yang berubah menjadi seekor harimau. Kyai Pacet
mengimbanginya dengan membanting bungkul gempaan yang berubah menjadi ular
besar. Kedua bintang itu berkelai, harimau kanuragan dari Kyai Kasanbesari kalah
dan berubah menjadi buah kemiri lagi. Tempat dimana Kyai Kasanbesari menderita
kekalahan oeh Kyai Pacet dinamakan desa Macanbang. KyaiKasanbesari terus
berlari melarikan diri, sedang Kyai Pacet bersama Pangeran Lembu Peteng kembali
ke padepokan untuk mengerahkan semua muridnya guna menangkap Kyai Kasanbesari
dan Pangeran Kalang. Murid dari Kyai Pacet disebar ke seluruh penjuru dengan
dipimpin oleh Pangeran Lembu Peteng. Akhirnya Pangeran Lembu Peteng dan
teman-temannya dapat berjumpa dengan Kyaibesari dan Pangeran Kalang. Timbullah
peperangan yang ramai. Akhirnya Kyai Kasanbesari melarikan diri ke Ringinpitu,
sedang Pangeran Kalang dikejar terus oleh Pngeran Lembu Peteng.
Pangeran
Kalang lari ke Betak dan bersembunyi di tamansari Kadipaten Betak. Pada waktu
itu putera dari Bedalem yang bernama Roro Kembangsore sedang berada di
Tamansari. Roro Kembangsore merasa tidak keberatan bahwa Pangeran Kalang
bersembunyi di ditu, karena Pangeran Kalang masih pernah pamannya (saudara
kandung ayahnya).
Kemudian
datanglah Pangeran Lembu Peteng ke Tamansari untuk mencari Pangeran Kalang. Di
Tamansari Pangeran Lembu Peteng bertemu dengan Roro Kembangsore. Putri Bedalem
ini tidak mengakui bahwa pamannya bersembunyi disitu. Pangeran Lembu Peteng
tertarik akan kecantikan sang putri dan menyatakan asmaranya. Roro Kembangsore
mengimbanginya.
Ketika kedua
merpati tersebut sedang dalam langen asmara, maka Pangeran Kalang yang sedang
bersembunyi di Tamansari dapat mengintip dan mengetahui bagaimana tindakan
kemenakannya terhadap Pangeran Lembu Peteng. Dengan diam-diam Pangeran Kalang
masuk ke dalam Kadipaten untuk melaporkan peristiwa tersebut kepada kakaknya
ialah Pangeran Bedalem. Pangeran Bedalem setelah mendengar pelaporan dari
adiknya, menjadi sangat larah sekali, terus pergi ke Tamansari. Timbullah
perang antara Pangeran Lembu Peteng dan Pangeran Bedalem. Pangeran Lembu Peteng
dapat meloloskan diri bersama dengan Roro Kembangsore, tetapi terus dikejar
oleh Pangeran Bedalem.
Kembali
kepada kisah Kyai Besari yang berhasil meloloskan dir dari peperangan dengan
murid Kyai Pacet. Ia menuju ke desa Ringinpitu, rumah Kyai Becak, yaitu pernah
kakaknya. Pada waktu itu Kyai Becak sedang berada di pendopo bersama dengan dua
orang anaknya yang bernama Banguntulak dan Dadaptulak. Dengan kedatangan Kyai
Besari kedua anaknya tersebut lalu keluar untuk pergi ke ladang.
Kyai Besari
mengatakan bahwa kedatangannya ke Ringinpitu bermaksud untuk meminjam pusaka
ialah pusaka Ringinpitu yang berbentuk tombak bernama Korowelang dengan alasan
untuk kepentingan “NGIDERI PARI”. Kyai Becak tidak meluluskan permintaan
adiknya. Kyai Besari marah, akhirnya terjadi perang. Kyai Becak kalah dan mati
terbunuh. Besari terus pergi dengan membawa pusaka Korowelang.
Waktu
Dadaptulak dan Banguntulak pulang dari ladang, mereka sangat terkejut melihat
ayahnya berlumuran darah dan sudah tidak bernyawa. Oleh sebab tidak ada orang
lain yang datang di situ kecuali Kyai Besari, maka Banguntulak dan Dadaptulak
yakin bahwa pembunuh ayah mereka adalah Kyai Besari. Segera mereka mengejarnya
ke arah selatan dan dapat menemukannya. Terjadilah pertempuran. Banguntulak dan
Dadaptulak kalah. Banguntulak terluka dan berlumuran darah. Darahnya berbau
langu. Maka tempat di mana ia mati dinamakan Boyolangu. Sedangkan tempat
dimana Dadaptulak meninggal dinamakan Dadapan.
Kyai Besari
melanjutkan perjalanannya. Ia berjumpa dengan Pangeran Bedalem yang sedang
mengejar Pangeran Lembu Peteng. Pangeran Bedalem menceritakan tentang
peristiwanya, yang mana Kyai Besari dalam hal itu bersedia membantunya.
Keduanya segera pergi mencari Pangeran Lembu Peteng yang lari bersama dengan
Roro Kembangsore.
Pada waktu
Pangeran Lembu Peteng dan Roro Kembangsore sedang beristirahat di tepi sungai,
datanglah Kyai Besari dan Pangeran Bedalem. Pangeran Lembu Peteng dapat
ditangkap dan dibunuh, lalu jenazahnya di buang ke dalam sungai. Roro
Kembangsore dapat meloloskan diri.
Punakawan
Pangeran Lembu Peteng yang telah mengasuhnya sejak kecil memberitahukan hal
tersebut kepada Kyai Pacet. Kyai Pacet segera mengirimkan utusan,ialah Adipati
Trenggalek yang diikuti oleh bekas punakawan Pangeran Lembu Peteng untuk
mengadakan pelaporan ke Mojopahit. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan
perwira Mojopahit bersama dengan Pangeran Suka yang ketika itu mendapat tugas dari
Raja untuk mencari Putra yang meninggalkan kerajaan tanpa pamit, ialah Pangeran
Lembu Peteng. Adipati Trenggalek menceritakan peristiwa terbunuhnya Pangeran
Lembu Peteng. Setelah mengerti duduk perkaranya maka Perwira Mojopahit bersama
dengan Pangeran Suka tersebut ingin membuktikan tempat kejadian itu
bersama-sama dengan wadya balanya. Meskipun diadakan pengerahan tenaga untuk
mencarinya, namun jazad dari Pangeran Lembu Peteng tak jua ditemukan. Sungai
dimana jenazah Pngeran Lembu Peteng dibuang, oleh perwira Mojopahit diberi nama
Kali Lembu Peteng.
PERWIRA MADA MENCARI JEJAK PANGERAN BEDALEM DAN KYAI
BESARI
Pangeran
Bedalem setelah mendengar berita bahwa dia dikejar oleh bala tentara Mojopahit,
sangat ketakutan dan melarikan diri ke jurusan selatan. Karena takutnya maka
Pangeran Bedalem bunuh diri dengan menceburkan diri ke sebuah kedung. Kedung
tersebut lalu diberi nama Kedung Bedalem. Oleh karena Kadipaten Betak
lowong, maka yang diangkat menggantikan Pangeran Bedalem adalah Pangeran
Kalang.
Bala tentara
Mojopahit disebar untuk mencri Kyai Besari. Putra Mojopahit yang bernama
Pangeran Suka dalam mengadakan operasi pencarian ini kena dirunduk oleh Kyai
Besari dan tergelincir masuk ke sebuah kedung hinga meninggal dunia. Kedung ini
lalu dinamakan Kedungsoko. Akhirnya Kyai Besari dapat diketemukan di
desa Tunggul oleh Perwira Mada. Oleh karena Kyai Besari tidak menyerah maka
timbullah peperangan. Kyai Besari kalah dan terkena pusakanya sendiri yaitu
pusaka Korowelang. Dukuh tersebut oleh sang perwira dinamakan dukuh Tunggulsari.
Karena kecakapannya menumpas pemberontakan-pemberontakan dan
kekeruhan-kekeruhan konon sang perwira akhirnya diangkat menjadi Patih dan
mendapat elar Patih Gajah Mada.
PANGERAN KALANG JATUH CINTA KEPADA
RORO INGGIT
Setelah
Pangeran Kalang menjabat Adipati di Betak, maka hatinya tertawan oleh Rr.
Inggit, adik dari Reta Mursodo janda almarhum pangeran Bedalem. Roro Inggit
ingin dijadikan istrinya, tetapi menolak dan retno Mursodo tidak menyetujuinya.
Pangeran Kalang memaksanya. Roro Inggit bersama dengan retno Mursodo
meninggalkan Betak dan melarikan diri ke Plosokandang. Pangeran Kalang berusaha
mengejarnya, tetapi kehilagan jejak, sehingga ia mengeluarkan suatu maklumat,
yang menyatakan bahwa barang siapa ketempatan dua orang putri Kadipaten Betak
tetapi tidak mau melapor, maka ia akan dijatuhi hukuman gantung.
KYAI PLOSOKANDANDANG DIPERSALAHKAN
Salah
seorang murid Kyai Pacet yang bernama Kyai Singotaruno, disebut pula Kyai
Plosokandang, karena berasal dari Plosokandang. Pada suatu hari ia bertemu
dengan dua orang putri dari Kadipaten Betak, yang tak lain adalah Rr, Inggit
dan Retno Mursodo. Kedatangan putri Betak ini sengaja mencari pengayoman dari
Kyai Plosokandang. Segala sesuatu mengenai tindakan Pangeran Kalang oleh retno
Mursodo diceritakan semua, dan karena Kyai Singotaruno tidak berkeberatan
melindunginya, meskipun ia tahu bahawa tindakannya itu membahayakan dirinya.
Adipati
Kalang datang ke Plosokandang dan bertanya apakah Kyai Singotaruno mempunyai
tamu yang berasa dari Betak. Kyai Sin gotaruno menjawab bahwa ia tidak
mempunyai tamu seorangpun, tetapi Adipati Kalang tidak percaya, dan ingin
melihat ke belakang. Rr. Inggit dan Retno Mursodo ketika mendengar hal itu
segera berkemas dan melarikan diri ke arah barat. Adipati Kalang mengetahui hal
itu, dan ia sangat marah kepada Kyai Singotaruno. Ia dianggap salah dan
dijatuhi hukuman gantung.
RORO INGGIT BUNUH DIRI
Oleh karena
Rr, Inggit takut bila sampai di pegang oleh Adipati Kalang, maka ia berputus
asa dan terjun ke dalam sebuah Beji atau Blumbang. Desa tempat Rr. Inggit bunuh
diri oleh Pangeran Kalang dinamakan desa Beji. Adapun Retno Mursodo
terus melarikan ke gunung cilik.
mBOK RORO DADAPAN
Ketika
Pangeran Lembu Peteng perang melawan Kyai Besari, Rr.Kembangsore dapat
memisahkan diri dan lari ke desa Dadapan. Di desa tersebut ia menumpang pada
seorang janda bernama mBok Rondo dadapan. mBok Rondho mempunyai seorang anak
laki-laki bernama Joko Bodho. Lama kelamaan Joko Bodho terpikat oleh kecantika
Rr. Kembangsore dan ingin sekali memperistrinya, tetapi selalu ditolak dengan
halus oleh Rr. Kembangsore. Oleh karena Joko Bodho selalu mendesak maka pada
suatu hari ketika mBok Rondho sedang bepergian , asalkan Joko Bodho mau
menjalani tapa mbisu di sebuah gunung dekat desa itu. Joko Bodho menyetujui
perdyaratan tersebut dan pergi meninggalkan rumah. Ikatan janji ini tidak
diketahui oleh mBok Rondho Dadapan.
Rr.
Kembangsore juga pergi ke gunung cilik, maka ketika mBok Rondho pulang, ia
mendapati rumah telah dalam keadaan sepi, dan ternyata kosong. Ia pergi ke
kesana-kemari dan memanggil-manggil kedua anak tersebut. Tetapi tidak ada
jawaban. Akhirnya ditemukannya Joko Bodho sedang duduk termenung menghadap ke
arah bart. Dipanggilnya berulang kali tidak mendapat jawaban, karena jengkelnya
mBok rondho lupa dan mengumpat “bocah diceluk kok meneng bae koyo watu”.
Seketika itu juga kaena sabda mBok Rondho, Joko Bodho berubah menjadi batu.
mBok Rondho menyadari atas keterlanjuran kata-katanya, maka ia lalu berharap;
“besok kalau ada ramainya zaman gunung ini saya beri nama gunung Budheg”.
RESI WINADI DI GUNUNG CILIK
Pada suatu
hari Adipati Kalang mendengar bahwa di gunung cilik ada seorang pendeta wanita
yang menamakan dirinya Resi Winadi. Yang menjadi pendeta tersebut sebetulnya
adalah Rr. Kembangsore. Selain menjadi seorang pendeta ia juga menjadi
seorang empu. Resi ini mempunyai dua orang abdi kinasih yang bernama SARWO
dan SARWONO.
Pada suatu
hari cantriknya yang bernama Sarwo disuruh ke kadipaten Betak untuk mencoba
kesaktian dan keampuhan pusaka yang dibuatnya sendiri untuk diadu dengan pusaka
milik Pangeran Kalang. Cara mengadunya adalah sebagai berikut! Kalau pusakanya
ditikamkan ke sebuah pohon beringindaunnya rontok dan pohonnya tumbang maka
dialah pemenangnya. Selanjutnya, bilamana resi Winadi yang kalah maka Resi
bersedia tunduk dan mau disuruh apa saja. Sebaliknya jika resi yang menang dan
pangeran berkeinginan untuk memiliki pusaka miliknya maka pangeran harus pergi
sendiri ke Gunung cilik dan bila sudah mulai naik harus berjalan jongkok, tidak
boleh memandang wajah sang resi sebelum diperbolehkan.
Setelah
cntrik mengerti akan tugas yang diberikan, berangkatlah ia. Kecuali menugasi
Sarwo, Resi Winadi juga memberi tugasSarwono untuk masuk ke tamansari Betak
dengan menyamar untuk mencabut sumbat ijuk yang ada di tamansari. Adapun
letaknya adalah di bawah batu gilang.
Setelah
datang di Betak, cantrik Sarwo menhadap Adipati Kalang dan mengutarakan
maksudnya. Sang Adipati menanggapi dan menyetujuinya. Masing-masing membawa
senjata pusaka ke alun-alun untuk diadu kekuatannya. Pusaka Kadipaten Betak
dicoba terlebih dahulu ke pohon beringin yang tumbuh di tengah alun-alun,
tetapi tidak terjadi apapun. Sekarang giliran pusaka gunung cilik. Setelah
ditikamkan, pohon beringinpun langsung rontok dannya dan tumbang pohonnya.
Adipati
Kalang mengakui kekalahannya dan ingin sekali memiliki pusaka tersebut. Sarwo
tidak keberatan asalkan Adipati Kalang bersedia menyetujuinya. Dengan diantar
oleh cantrik Sarwo, dan diikuti oleh beberapa orang prajurit pengawalnya
berangkatlah Pangeran Kalang ke Gunung Cilik.
Di tamansari
Betak, Sarwono yang mendapat tugas mencabut sumbat lidi segera mencari dan
menemukan sabut tersebut. Sumbat segera dicabutnya, dan seketika itu pula
memancarlah sumber air yang besar. Kadipaten Betak-pun banjir dan terendam oleh
air. Sarwono dapat menyelamatkan diri dengan menaiki sebuah getek
DI PERTAPAAN GUNUNG CILIK
waktuSarwono
sedang menghadap Resi Winadi, datanglah Ibunya Rr. Mursodo. Maka saling
berceritalah tentang riwayatnya masing-masing. Tak lupa disebutkan pula tentang
kematian Rr. Inggit yang dikarenakan Pangeran Kalang. Mereka sangat gembira
karena dapat bertemu kembali. Kemudian datanglah Patih Mojopahit engan bala
tentaranya yang ingin menyatakan kebenaran berita yang diterimanya. Pada saat
itu tampak dari kejauhan kedatangan dua orang. Yang seorang datang dengan
berjalan jongkok dan menyembah. Tamu ini tak lain adalah Pangeran Kalang yang
diantar oleh cantrik Sarwo. Setelah dekat Sang Resi memerintahkannya supaya
memandangnya. Alangkah malu dan terkejutnya Pangeran Kalang. Karena yang
disembah-sembahnya tadi adalah keponakannya sendiri. Karena malu bercampur
takut Pangeran Kalang melarikan diri, yang kemudian dikejar oleh tentara
Mojopahit.
PANGERAN KALANG MATI TERBUNUH
Pangeran
Kalang terus dikejar, dan oleh tentara Mojopahit dapat ditangkap dan dihujani
senjata tajam, sehinga pakaiannya hancur dan badannya penuh dengan luka. Tempat
dimana Pangeran Kalang tertangkap ini dinamakan CUWIRI. Meskipun telah
terluka parah Pangeran Kalang masih dapat melarikan diri, tetapi tertangkap
lagi dan badannya disembret-sembret oleh anak buah Patih Gajah Mada. Tempat
tertangkap untuk kedua kalinya ini dinamakan desa Kalangbret.
Adipati
Kalang masih berusaha lari, tetapi karena sudah merasa lelah diapun bersembunyi
di song sungai, dan disinilah dia menemui ajalnya. Tempat tersebut oleh patih
Gajah Mada dinamakan Kali Ngesong. Setelah keadaan aman patih Gajah Mada
kembali ke Majapahit.
Mayat
Pangean Kalang yang berada di dalam song lama kelamaan terbawa arus sampai ke
timur sampai ke suatu tempat. Mayat (batang—bhs. Jawa) tersangkut pada akar
pohon yang menjulang ke sungai, sehingga sampai sekarang tempat di mana
ditemukannya mayat tersebut dinamakan desa Batangsaren. Tidak lama
kemudian mayat tersebut terbawa arus lagi sampai ke sungai Ngrowo. Sedangkan
bekas pertapaan Rr. Kembangsore hingga sekarang, menjadi tempat pesadranan.
ASAL MULA NAMA TULUNGAGUNG
Sejarah
menyatakan bahwa nama TULUNGAGUNG tidaklah timbul dengan tiba-tiba. Telah
banyak musim silih berganti, berikut masa-masa yang dilaluinya, yang semuanya
itu meninggalkan kenangan tersendiri di dalam riwayat terjadinya Kota
TULUNGAGUNG. Apa yang dapat kita kenangkan dari nama TULUNGAGUNG di dalam
riwayat lama, sebenarnya adalah suatu tempat lingkaran yang berpusat di sekitar
alun-alun termasuk desa Kauman dan Kampungdalem.
Tulungagung berasal dari kata TULUNG
dan AGUNG. Kata TULUNG mempunyai dua arti :
Pertama : TULUNG dalam bahasa Sansekerta artinya
SUMBER AIR atau dalam bahasa Jawa dapat dikatakan umbul.
Kedua : TULUNG yang berarti
pemberian, pertolongan atau bantuan.
Adapun AGUNG berarti besar.
Jadi lengkapnya TULUNGAGUNG
mempunyai arti arti “SUMBER AIR BESAR atau “PERTOLONGAN BESAR”
Meskipun
SUMBER AIR, dan PERTOLONGAN itu berlainan artinya, namun di dalam sejarah
Tulungagung keduanya tidak dapat dipisahkan karena mempunyai hubungan erat
sekali dalam soal asal mula terbentuknya daerah maupun perkembangannya.
Dahulu orang
menyebutnya kabupaten Ngrowo, ialah sesuai dengan keadaan daerahnya yang berupa
rawa-rawa. Lalu lintas perhubungan dilakukan melalui sungai, terutama lewat
sungai yang sekarang masih disebut sungai Ngrowo. Oleh sebab itu tidaklah heran
bila letak daerah-daerah yang disebutkan orang-orang dalam sejarah maupun
cerita-cerita rakyat kesemuanya tidak jauh dari sungai letaknya. Misalnya :
Gledhug, Pacet, Waung, Ketandhan, Tawing, dll.
Sebelum
dijadikannya kabupaten daerah-daerah tersebut dikuasai oleh para Tumenggung di
bawah perlindungan kerajaan Mataram.
Di daerah
Nrowo banyak terdapat sumber air. Diantara sumber air yang termasuk besar
sekarang sudah menjadi alun-alun. Tempat di sekitar alun-alun inilah yang
dinamakan Tulunagung yang berarti sumber air yang besar. Dahulu daerah Ngrowo
itu tidak seluas sekarang. Semenjak katumenggungan diubah menjadi kabupaten,
maka diperluaslah daerahnya. Tulungagung menerima wilayah dari kabupaten di
sekitarnya pada abad ke-19. kabupaten Blitar menyumbang daerah Ngunut,
Kabupaten Ponorogo menyumbang daerah pegunungan Trenggalek,dan Pacitan memberi
daerah Pantai selatan, seperti Prigi, Ngrayun, Panggul, dan Jombok. Dengan
demikian pada zaman dahulu Tulungagung meliputi daerah Trenggalek juga. Bantuan
daerah tersebut meriupakan bantuan yang sangat besar bagi masyarakat
Tulungagung.
Nama-nama
Bupati / Kepala Daerah yang pernah memegang PEMERINTAHAN
1. KYAI NGABEHI
MANGUNDIRONO
bupati
Ngrowo di Kalangbret
2. TONDOWIDJOJO
bupati
Ngrowo di Kalangbret
3. R.M.
MANGOENNEGORO
bupati
Ngrowo di Kalangbret
4. R.M.T.
PRINGGODININGRAT
bupati
Ngrowo di Tulungagung 1824-1830
5. R.M.T.
DJAJANINGRAT
bupati
Ngrowo di Tulungagung 1831-1855
6. R.M.A
SOEMODININGRAT
bupati
Ngrowo di Tulungagung 1856-1864
7. R.T.
DJOJOATMOJO
bupati
Ngrowo di Tulungagung 1864-1865
8. RMT
GONDOKOESOEMO
bupati
Ngrowo di Tulungagung 1865-1879
9. RT
SOEMODIRJO
bupati
Ngrowo di Tulungagung 1879-1882
10. RMT
PRINGGOKOESOEMO
bupati
Ngrowo di Tulungagung 1882-1895
11. RT
PATOWIDJOJO
bupati
Ngrowo di Tulungagung 1896-1901
12. RT
COKROADINEGORO
bupati
Tulungagung 1902-1907
13. RPA
SOSRODININGRAT
bupati
Tulungagung 1907-1943
14. R.
DJANOEISMADI
Kenchoo
Tulungagung 1943-1945
15. R. MOEDAJAT
bupati
Tulungagung 1945-1947
16. R. MOCHTAR
PRABU MANGKUNEGORO
bupati
Tulungagung 1947-1950
17. R. MOETOPO
bupati
Tulungagung 1951-1958
18. DWIDJOSOEPARTO
kepala
daerah Tulungagung 1958-1960
19. KASRAN
bupati
Tulungagung 1958-1959
20. R.
SOERYOKOESOEMO
Pd. Buoati
1959-1960
21. M. POEGOEH
TJOKROSOEMARTO
bupati/kepala
daerah 1960-1966
22. R. SOENDARTO
Pd.
Bupati/Kep.Daerah 1966-1968
23. LETKOL (U)
SOENARDI
bupati/kepala
daerah 1968-1973
24. LETKOL INF.
MARTAWISOEROSO
bupati/kepala
daerah 1973-1978
25. SINGGIH
bupati/kepala
daerah 1978-1983
26. DRS.MOH.
POERNANTO
bupati/kepala
daerah 1983-1987
27. DRS. H.
JAIFUDIN SAID
:
:
:
28. IR. HERU
CAHYONO, M.Si
Sekarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar